Selamat datang di blog saya yang menyediakan berbagai artikel bermanfaat bagi yang memanfaatkannya dengan positif sebagai sarana belajar, serta penambah pengetahuan. Pada kesempatan ini, saya susun sedemikian rupa artikel yang berjudul Latar Belakang Pembaharuan Ajaran Hindu, untuk sambutan singkat kiranya demikian, selamat membaca artikel dibawah ini.
Bangsa India telah dijajah bangsa asing (Inggris, Portugis, Spanyol, Belanda dan Perancis) sejak abad XVII. Penjajahan bangsa Inggris dirasa menyengsarakan bangsa mayoritas Hindu. Faktor kemiskinan, pembedaan status sosial, pembedaan kaya miskin dan rasa tidak senag pada kasta brahmana mempengaruhi gerakan pembaharuan. Tunas nasionalisme disuburkan secara rohani dengan pembaharuan ajaran Hindu yang menanamkan dasar-dasar rasa kebangsaan sekaligus memberikan arah perjuangan untuk merdeka. Sedangkan pembinaan pengetahuan dan berpolitik melalui pembaharuan pendidikan. Tidak disangkal bahwa arah pembaharuan itu awalnya mengarah terbentuknya negara India Merdeka yang arah berbasis ke-hinduan. Namun tidak menutup kemungkinan timbul gerakan nasionalisme berbasis ke-islaman.
TSG Mulia, selaku pakar sejarah India, menyebut pembaharuan itu dengan istilah reformasi. Mungkin didasarkan pemikiran ada unsur pembaharuan, tetapi masih mengikuti norma-norma lama. Pembaharuan itu berunsur menentang aturan yang dicapnya melanggar ketentuan, pemikiran untuk melangkah maju dan bernadakan moderat. Apabila dicermati arah gerakan itu untuk menegakkan ketentuan lama, tetapi di lain pihak ada usaha untuk mempertahankannya. Kasta atas merasa norma kehinduan itu masih baik, berguna dan memberi pengaruh kehidupan. Namun berbeda bagi kaum terpelajar merasa perlu diadakan pembaharuan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi kekinian. Harapan usaha itu untuk meningkatkan kemakmuran.
Benih nasionalisme India semakin berkembang tidak lepas dari situasi dan kondisi masyarakat India yang terjajah. Tidak lepas peranan kaum terpelajar. Inggris dengan sistem pemerintahan tidak langsung membuktikan tidak pernah menguasai rakyat India, namun aturan-aturan buatan Inggris mempengaruhi keadaan masyarakat India sejak awal abad XIX dapat memperburuk ekonomi rakyat, masyarakat India haus pembaharuan sosial. Masyarakat India mengharapkan tampilnya pembaharu agama dan sosial. Gambaran masyarakat India sampai pertengahan abad XIX cukup memprihatinkan. Di bidang keagamaan peranan Brahmana sangat dominan. Warga kasta Wisya dan Sudra, selaku pedagang atau petani, sangat tergantung kebijakan Brahmana dan Ksatria, Dua kasta tinggi ini selain hartawan biasanya juga tuan tanah. Kelompok yang sangat tertindas secara agamis adalah warga kelompok Paria, bahkan kolompok tersebut diperlakukan tidak manusiawi. Mereka tidak boleh terlibat urusan kemasyarakatan, tidak pantas disentuh dan dilihat. Mereka itu diijinkan ke luar rumah pada malam hari. Dari keadaan yang menindas di bayang-bayang kitab Weda, Brahmana disebut-sebut sebagai penghalang, penindas, penjajah. Dari kaum terpelajarlah perintisan nasionalsme itu dibina. Untuk melandasi gerakan nasionalisme perlu spiritualisme dan dukungan warga kaum terpelajar.
Di bidang ekonomi Brahmana dan bangsawan baik Hindu maupun Islam bertindak sebagai tuan tanah. Mungkin tepat disebut warlord. Semula merekalah yang menentukan pajak, kemudian menugaskan pegawainya untuk memungut pajak. Namun dalam perkembangan pajak itu ditarik oleh penebas pajak. Sejak dinasti Moghul lahir dan berkembanglah zamindar. Para zamindar kemudian berubah menjadi tuan tanah dan penebas pajak, hidupnya makmur. Sementara itu mayoritas rakyat hidup sebagai buruh tani dan berkewajiban membayar pajak. Akibat penindasan sosio-kultural ini mereka semakin dibodohkan, tidak mau tahu urusan pemerintahan. Suasana ini semakin diperparah akibat penindasan Inggris. Benggala suatu wilayah yang makmur, seharusnya surplus makanan, karena para petaninya bermigrasi ke Dekkan, berulangkali berjangkit bahaya kelaparan. Keadaan ini semakin diperburuk dengan diberlakukannya The Peramanent Settlement Act, yang menindas petani, pemilik tanah, namun menguntungkan para zamindar. Ian W. Mabbelt memberi ilustrasi, bahwa 1, 5 jumlah penduduk hidup tergantung pertanian dan tinggal di pedalaman. Maka tidak salah, bila India disebut negara agrasis besar yang miskin. Kasus warisan / hibah dari seorang petani yang meninggal kepada anak-anaknya, ikut menentukan kemiskinan. Hasil pertanian tidak mampu mencukupi kebutuhan harian keluarga. Faktor inilah yang menyebabkan buruh tani tergantung pada zamindar. Faktor lain, metode pengolahan tanah masih tradisional. Belum ada gejala-gejala untuk pembaharuan pertanian. Secara religi yang menghambat perkembangan masyarakat, yaitu kasta.
Perusahaan pertenunan dan kerajinan rumah tangga masih tradisional, kurang berkembang dan tersaingi oleh barang-barang impor. Inggris yang sukses dalam revolusi industri sebenarnya tidak tepat menjadikan India sebagai pasar hasil industrinya. India dikatakan miskin, tidak mampu berbeli daya. Inggris ingin menjadikan India sebagai batu loncatan untuk menguasai Tiongkok, yang penduduknya padat dan diharapkan mampu berdaya beli. Keadaan India diperparah dengan beredarnya candu dan nantinya meluas ke Tiongkok yang menyebabkan Perang Candu.
Statifikasi masyarakat yang berdasarkan kasta, kerukunan desa dan adat-istiadat secara bertahap mengalami perubahan. Pemerintahan dan masyarakat Inggris di India menjalankan rasionalisasi dengan pola pikir Barat. Dari perubahan sosio-kultural tersebut, sering Inggris dituduh mengkristenkan India. Sementara itu mayoritas masyarakat ingin mempertahankan adat-istiadat ketimuran, mengutamakan keluarga, kepuasan emosional dan agamis.
Sementara itu di masyarakat Hindu berkembang pemikiran, antara lain: perlu pendidikan rohani, bagaimanakah sikap rakyat untuk menghadapi penjajahan Inggris, dan pentingkah mempertahankan hidup berlandaskan agama dan kebudayaan Hindu. Di kalangan terpelajar muncul pemikiran bagaimana cara mengakhiri penjajahan Inggris berlandaskan ajaran hindu dan bagaimana menumbuhkan kesadaran berbangsa untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.
Pedagang Inggris di India pada periode 1600-1858 dilindungi oleh hak octroi oleh Ratu Inggris. Namun sejak Inggris sukses memenangkan pembelian saham Terusan Suez, mulailah aktivitas imperialismenya dipantai utara Afrika, Timur Tengah dan lebih memantapkan kekuasaannya di India. Dari akrivitas perdagangan itu, sejak 1858 mulailah meningkatkan kekuasaan politik Inggris di tanah India. Pantas disebut Inggris menjalankan Imperialisme di India.
Di muka telah diungkap bahwa masyarakat India tidak tepat untuk pasaran produksi industri Inggris. Kemelaratan mayoritas rakyat jelas berdaya beli rendah. Klas atas, bangsawan dan brahmana, hidupnya makmur namun jumlahnya relatif sedikit dan tertarik barang buatan Tiongkok. Menyadari hal tersebut, sejumlah pemikir menginginkan pembaharuan Hindu untuk mengangkat derajat masyarakat India.